Pendidikan

MENUNTUT ILMU SAMPAI MATI


Bismillah walhamdulillah wassholaatu was salam ‘ala Rasulillah, waba’du.

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Nabi shallallahualahi wa sallam bersabda,

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Bahkan menuntut ilmu merupakan ibadah yang paling afdhol. Karena seluruh ibadah tak akan bisa ditunaikan, sesuai yang diinginkan Allah dan RasulNya, kecuali dengan ilmu. Sampai-sampai Imam Sofyan As-Tsauri rahimahullah mengatakan,

“Aku tak tau derajat paling mulia yang melekat pada manusia setelah kenabian, yang lebih afdhol daripada ilmu.”

Ali bin Thalib juga mengatakan,

“Menuntut ilmu lebih utama daripada seorang yang rajin sholat rajin sujud.”

Maka jelas bahwa, menuntut ilmu itu ibadah. Saat anda melaksanakan sholat hadir dalam diri anda perasaan sedang ibadah, maka hadirkan juga perasaan tersebut saat anda hadir di kajian, membaca kitab para ulama, dan ikhtiyar-ikhtiyar menuntut ilmu lainnya.

Setelah kita menyadari bahwa menuntut ilmu itu ibadah, maka ketahuilah bahwa ibadah tanggung jawab manusia yang selalu melekat selama masih bisa bernafas di dunia. Artinya, ibadah itu tak ada ujungnya, kecuali satu, yaitu kematian! Demikian pula menuntut ilmu, ujung dari proses menuntut ilmu bukan almamater pondok pesantresnmu, ijazah S1, S1, S3 mu, atau lulus dari Universitas favorit di timur tengah. Tapi akhir dari berjuanganmu mencari ilmu adalah, kematiah.

Karena ibadah itu, sampai mati.

Allah berfirman,

Beribadahlah kepada Tuhanmu, sampai bertemu kematian. (QS. Al-Hijr : 99)

Filosofi ini benar dipahami oleh para ulama, dan menjadi inspirasi mereka dalam belajar. Makanya kalau kita baca kisah mereka dalam menuntut ilmu, luar biasa tekun dan istiqomah. Mereka Bersama ilmu sampai ajal menjemput.

Ada seorang melihat Imam Ahmad bin Hambal sedang berjalan membawa wadah tinta,

“Ya Imam Ahmad, ilmu anda sudah sedemikian tinggi, mengapa bawa-bawa wadah tinta juga?” tanyanya heran.

Imam Ahmad menjawab,

Bersama wadah tinta (maksudnya ilmu, pent), sampai ke kuburan (mati, pent).

Muhammad bin Ismail As-Shoigh rahimahullah bercerita,

Aku melihat di salahsatu safarku ke Baghdad, Imam Ahmad berjalan melewati kami seraya menenteng sandalnya. Kemudian ayahku memegang lipatan bajunya seperti ini, kemudian bertanya kepada Imam Ahmad,

Ya Abu Abdillah, apa anda tidak malu? Sampai kapan anda berjalan bersama anak-anak itu?

Imam Ahmad bin Hambal menjawab singkat,

Sampai mati…

(Kitab Manaqib Al Imam Ahmad, hal. 38)

Alasan lain mengapa menuntut ilmu agama itu tidak boleh putus, seorang itu disebut berilmu di saat dia masih mau belajar. Saat dia berhenti belajar, hilanglah dari dirinya. Dulu waktu SD begitu senang dengan pelajaran biologi. Tapi sekarang lupa ilmu itu dan tak menjadi ahli di bidang biologi. Mengapa? Karena kita berhenti belajar. Itulah ilmu, saat ditinggalkan, dia akan menutup diri dari kita, seperti tutupan-tutupan debu, di buku-buku kita. Demikian ilmu agama. Ironi jika patah arang itu terjadi pada ilmu agama.

Benar apa kata Ibnu Abi Hatim rahimahullah,

Tidak akan patah semangat belajar, kecuali orang yang bodoh.

Maka mari bersahabat dengan ilmu sampai akhir hayat. Jangan sampai menjadi “mantan penuntut ilmu”. Menuntut ilmu, sampai mati.

Demikian…

Wallahua’lam bis showab.

Ditulis oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta


SHARE :         

© 2022 SMP Islam As-Sunnah Bagik Nyaka